Big Influences for the Better World

Mereka adalah mentari yang selalu bersinar, guru besar kehidupan, dan jejak mereka takkan luput oleh hembusan angin bahkan badai sekali pun
Follow their steps to the real life journey

HTML code

Habis Gelap Terbitlah Terang

Sunday, November 6, 2011

Bosen ya sama tokoh-tokoh sukses dari luar negeri, sekarang aku akan menceritakan tentang tokoh dalam negeri nih. Tokoh-tokoh dalam nergeri yang bisa dijadikan teladan juga banyak kok. Kali ini yang menjadi bahasan kita adalah Raden Ajeng Kartini, sang pelopor emansipasi wanita.


R. A. Kartini, sosok wanita yang pemberani, bersemangat, dan cerdas. beliau adalah puteri kelima R.M. Ario Sosroningrat, adipati di Jepara. Beliau lahir di Jepara, 21 April 1879.

Trinil, itulah panggilan bagi Kartini kecil. Pada masa kecilnya, Trinil adalah gadis yang lincah, periang, dan sedikit nakal. Beliau banyak menghabiskan masa kanak-kanaknya dengan bermain bersama adik-adiknya, Rukmini dan Kardinah. Ketika memasuki masa sekolah, beliau bersekolah di 2C Klass Holandsche Scool bersama dengan anak-anak bangsa Belanda.

Setelah mulai bersekolah, Trinil mulai memikirkan cita-citanya. Tetapi apa pun yang beliau cita-citakan tidak akan mungkin karena beliau hanya akan menjadi seorang Raden Ayu. Ketika tamat bersekolah, beliau ingin melanjutkan sekolahnya seperti teman-temannya. Namun apa daya, adat istiadat melarang anak perempuan untuk bersekolah dan mengharuskan beliau dipingit di dalam rumahnya. Ayah beliau pun melarang Trinil melanjutkan sekolah.

Di masa pingitannya, Kartini menghabiskan waktu dengan membaca buku, majalah, dan surat kabar. Beliau juga berkirim surat dengan sahabatnya. Setelah berusia 16 tahun, beliau memiliki wawasan yang semakin luas dan ayahnya memutuskan untuk menyudahi masa pingitan Kartini. Sejak saat itulah Kartini diperbolehkan untuk keluar rumah.

Setelah masa pingitannya selesai, Kartini mulai aktif di berbagai bidang. Beliau juga menambah keterampilannya dengan belajar melukis kepada Nyonya Ovink, seorang peluki Belanda. Beliau menjalin relasi dengan Tuan dan Nyonya Abendanon. Beliau sering mengutarakan pendapat dan cita-cita beliau khususnya tentang kaum wanita kepada mereka.

Awalnya Kartini berencana untuk melanjutkan sekolah ke Belanda dalam rangka mewujudkan visi dan misinya. Tetapi setelah mempertimbangkan berbagai hal, beliau mengurungkan niatnya. Sebagai gantinya, adiknya, Rukmini, yang akan melanjutkan sekolah ke Belanda, sementara itu beliau akan mulai membangun sekolah untuk anak perempuan. Agar bisa mendapatkan beasiswa untuk Rukmini, Kartini dibantu oleh seorang Belanda, Tuan Vankol. Tuan Vankol membantu Kartini megajukan surat permohonan kepada parlemen.

Sementara Kartini tenggelam dalam kesibukannya, adik beliau, Kardinah, menikah dan mengikuti suaminya. Hal ini sangat disayangkan oleh Kartini karena beliau masih sangat memerlukan bantuan adiknya itu. Tak lama Tuan Vankol datang membawa surat persetujuan dari parlemen Belanda atas beasiswa untuk Rukmini dan Rukmini segera berangkat ke Belanda.

Sebagai langkah awalnya mendirikan sekolah untuk anak perempuan, Kartini datang seminggu sekali ke suatu desa dan mengajarkan anak-anak perempuan di sana keterampilan seperti menjahit dan menyulam. Beliau juga mengisi waktu dengan terjun langsung ke pemukiman warga untuk mengetahui kehidupan mereka. Suatu hari, Bupati Rembang. R. Adipati Joyodiningrat, datang untuk melamar Kartini. Kartini pun memutuskan untuk menerima lamaran duda beranak 3 itu karena beliau lelah memperjuangkan cita-citanya seorang diri. Pada 8 November 1903, beliau pun melangsungkan pernikahannya.

Sebelum menikah dan saat sekolah mulai dibangun, yaitu pada tanggal 7 Juli 1903, surat izin dari pemerintah Belanda atas permohonan Kartini melanjutkan sekolah guru di Batavia datang. Akan tetapi, beliau membatalkannya dikarenakan rencana pernikahan dan sekolah sudah memasuki tahap pembangunan. Akhirnya beliau berhasil mendirikan sekolah untuk wanita di Jepara.

Setelah sekolah yang telah diimpi-impikannya berdiri, Kartini mulai sibuk mengajar dan terus belajar dengan dukungan penuh dari suaminya. Selain itu, beliau juga sibuk mengurus anak-anak tirinya. Beliau tinggal di Rembang setelah menikah dan mendirikan sekolah kecil di rumahnya. Karena terlalu sibuk, Kartini jatuh sakit dan setelah sembuh beliau memasuki masa kehamilan.

Berbulan-bulan kemudian, kandungan Kartini semakin membesar. Beliau mengurangi kegiatan di luar rumah untuk menjaga kesehatannya. Empat hari setelah ia melahirkan anaknya, R. M. Sulalit, yaitu tanggal 17 September 1904, Kartini wafat. Beliau dimakamkan di Rembang. Kumpulan surat yang ditulis beliau disatukan menjadi sebuah buku, Habis Gelap Terbitlah Terang (Door Duistenis Tot Licht).

Aku sendiri sangat mengagumi R. A. Kartini karena pejuangan beliau yang sangat gigih dan cita-cita beliau yang sangat mulia. Berkat perjuangannyalah, saat ini kaum wanita, termasuk aku, dapat bersekolah. Mulia, pantang menyerah, ulet, dan tekun, itulah diri R. A. Kartini yang bisa kita jadikan teladan.

3 comments:

Rian Wardana said...

itu habis gelap 'terbitlah' terang ya...

*koreksi*
*minta di komen balik*

Kania Atthaya Ulfa said...

iya, itu salah ketik hehe.. makasih yaan komennya -_-

Rian Wardana said...

sama samaa :)

Post a Comment